Saturday, May 1, 2021

Eps. 11 Perempuan Dititik Nol #BukaBUKU

Setelah sekian lama tak upload tulisan akhirnya hari ini bisa update kembali.

Btw ini segmen baru diblog saya #BukaBUKU.

Sama seperti biasa, kali ini saya ingin mengulas sebuah buku tentang proses menemukan dan  memerdekakan diri dari keterpurukan, dari label yang selama ini melekat erat dimasyarkat serta mengobrak ketidakmanusiaan, ketidakberpihakkan dan ketidaksetaraan. Tentunya saya tidak akan menceritakan kata demi kata isi buku ini, jika penasaran silahkan baca sendiri. Buku ini berjudul Perempuan Dititk Nol yang ditulis langsung oleh Nawal El Sadawi yang merupakan seorang dokter dari bangsa mesir yang terkenal sebagai novelis pejuang hak-hak wanita. Cerita ini merupakan kisah nyata yang kemudian menarik perhatian penulis untuk sepatutnya dikemukakan didepan masyarakat banyak bahwa bagaimana bobroknya sebuah lingkungan patriarki.  

Firdaus merupakan pemilik kisah di buku bersampul merah, sosoknya yang sedari kecil telah mengalami pelecehan seksual, dan tindak kekerasan dari orang-orang terdekat, hingga iya dewasa perlakuan tak senonoh sangat sering iya dapatkan mulai dari diperjual belikan untuk dijadikan seorang istri pada pria rakus nan pelit oleh pamamnya sendiri, menerima pukulan serta hinaan dari suami, mengalami hal serupa oleh seorang yang kiranya akan menolong tetapi sebaliknya, hingga kemudian patah hati pada seorang yang dicintai.  Anehnya masyaraktnya menormalisasikan hal tersebut, seperti kata pamamnya “bahwa semua suami memukul istrinya dan istrinya menambahkan bahwa suaminya sering memukulnya” dan disalah satu percakapan firdaus dengan pamamnya mengatakan “Paman adalah seseorang Syekh yang terhormat, terpelajar dalam hal agama oleh karena itu tidak mungkin memiliki kebiasaan memukul istrinya” dan pamannya menjawab “bahwa justru laki-laki yang memahami agama itulah yang suka memukul istrinya, aturan agama mengijinkan untuk melakukan hukuman itu dan seorang istri yang bijak tidak layak mengeluh tentang suaminya”.

Saya sebagai pembaca berhenti diparagraf ini pikirku dogma ajaran agama macam apa ini? Mengapa demikian Persepsi semacam ini muncul?  Seburuk inikah kesimpang siuran beragama tanpa akal? Seburuk apa lagi kemanusiannya orang-orang yang beragama tanpa akal ini? Tak berhenti sampai disini saya semakin tertarik membaca lembar demi lembarnya kisah wanita pemberontak ini. Iya tak ingin mengalami hal serupa lagi, diperlakukan dengan tak manusiawi. Perjalan hidup dilaluinya  dengan berlika-liku cerita. Hingga suatu hari iya mendapati dirinya menjadi pelacur kelas atas yang hanya bisa disentuh dengan nilai tertinggi. Baginya semua perempuan adalah pelacur dalam satu dan lain bentuk dan tubuh yang paling murah dibayar adalah tubuh seorang istri. Iya memberitahukan kisahnya sehari sesebelum iya dihukum mati karena telah membunuh seseorang pria yang ingin memperbudak dirinya. 

Sebenarnya beberapa hari sebelum hari dimana iya akan dihukum mati pemerintah negara meminta dirinya untuk menulis sebuah surat permohonan maaf atas tindak pembunuhan yang telah iya lakukan dengan hal itu iya bisa dibebaskan atau tidak akan menerima hukuman mati tersebut. Tetapi iya dengan lantangnya menolak untuk meminta maaf  atas tindakan yang iya lakukan seperti percakapannya dengan seorang polisi iya mengatakan " saya tidak mau dibebaskan, apa yang kau sebut kejahatan bukanlah sebuah kejahatan, jika saya keluar lagi dan memasuki kehidupan yang menjadi milikku saya tidak akan perna berhenti membunuh (orang-orang seperti itu). 

Terimakasih telah berkunjung, sampai ketemu diminggu depan.

Fb :Yita Lamanto

Ig : Yita_Lamanto

No comments:

Post a Comment